Strange Journey: Kisah Rocky Horror dan Warisan 50 Tahun Sebuah Fenomena Kultus

Masih bergema … Richard O’Brien dalam Strange Journey: The Story of Rocky Horror. (Foto: Kaleidoscope Entertainment via the Guardian)

WARTAKAILI.COM – Lebih dari setengah abad sejak kemunculannya, kisah Rocky Horror masih terus hidup dan menggema, tidak hanya di layar dan panggung, tetapi juga di hati para penggemarnya.

Dokumenter terbaru berjudul Strange Journey: The Story of Rocky Horror menghadirkan sebuah potret intim dan penuh warna mengenai lahirnya sebuah fenomena budaya yang unik.

Film ini bukanlah catatan sembarangan, melainkan sebuah kisah orang dalam, disampaikan langsung oleh sang penulis sekaligus pemeran Richard O’Brien.

Menariknya lagi, dokumenter ini diarahkan oleh putranya sendiri, Linus O’Brien, yang membuat seluruh narasi terasa semakin personal.

Seperti dilaporkan The Guardian, keistimewaan film ini terletak pada keterbukaannya dalam mengungkap asal-usul Rocky Horror, meski tidak sebrutal dokumenter tandingan Sane Inside Insanity: The Phenomenon of Rocky Horror.

Di sini, tidak ada pernyataan pedas bahwa adaptasi film tahun 1975 adalah “film jelek”, melainkan sebuah pandangan jujur yang tetap penuh kasih. Kejujuran itu tampak dari pengakuan bahwa proyek ini bermula secara serampangan, serta kegagalan besar ketika produksi panggung mencoba dipindahkan dari Los Angeles ke Broadway dan justru terhenti dengan cepat.

Namun, justru dalam perjalanan yang penuh hambatan itu, Rocky Horror menemukan jalannya sendiri. Dokumenter ini menunjukkan dengan meyakinkan mengapa karya tersebut akhirnya menjelma menjadi sebuah tontonan kultus yang tidak hanya digemari, tetapi juga dicintai.

Bacaan Lainnya

Bagi penonton queer khususnya, Rocky Horror adalah pintu yang membuka identitas baru, sebuah keberanian tampil terbuka tanpa rasa takut. Melalui testimoni yang mengharukan, para penggemar menjelaskan bagaimana film ini memberi mereka ruang untuk diterima dan menjadi diri sendiri.

Drag performer Trixie Mattel, misalnya, mengisahkan betapa besar arti Rocky Horror dalam hidupnya, terutama ketika tumbuh di lingkungan yang sulit menerima keberbedaan.

Ada pula kisah menyentuh dari seorang lelaki yang kabur dari rumah dan sempat menjadi pekerja seks di New York pada masa puncak epidemi AIDS. Ia meyakini bahwa keberadaannya yang masih sehat hingga kini mungkin tak lepas dari kebiasaan menonton Rocky Horror setiap Jumat dan Sabtu malam di sebuah bioskop kecil di Greenwich Village. Di sana, di tengah kegelapan ruang pertunjukan, ia menemukan perlindungan, kebersamaan, dan harapan.

Cerita lain datang dari aktor Jack Black yang mengingat bagaimana pertunjukan tengah malam dengan interaksi penonton membuatnya sadar bahwa musik rock dan teatrikal bisa bersatu dan menciptakan kegembiraan. Pengalaman itu kelak memengaruhi gaya panggungnya sendiri sebagai musisi dan aktor.

Tentu saja, daya tarik utama dokumenter ini adalah kehadiran para bintang besar yang masih hidup dan bersedia berbagi kenangan. Tim Curry, meski kini tampak rapuh, masih menghadirkan suara khasnya yang berwibawa.

Susan Sarandon mengenang masa syuting di Bray, Inggris, ketika ia harus berpindah tempat tinggal setiap dua malam karena keterbatasan anggaran. Nell Campbell pun muncul dengan kenangan manisnya bekerja bersama mendiang Meat Loaf.

Sementara itu, Jim Sharman sang sutradara, Lou Adler sang produser, serta Sue Blane sang desainer kostum, tampil memberi perspektif penuh semangat yang menegaskan peran penting mereka dalam membentuk identitas visual Rocky Horror.

Yang tak kalah berkesan adalah penampilan Richard O’Brien sendiri, yang sesekali terlihat memetik gitar, menyelipkan komentar jenaka, hingga akhirnya menitikkan air mata mengenang perjalanan panjang karya yang mengubah hidup banyak orang ini.

Ada sesuatu yang tulus dan hangat dalam caranya bercerita, membuat dokumenter ini lebih dari sekadar catatan sejarah, melainkan juga perayaan sebuah keluarga besar yang lahir dari panggung dan layar lebar.

Strange Journey: The Story of Rocky Horror akhirnya menjadi bukan hanya film dokumenter tentang sebuah produksi musikal, melainkan juga kisah tentang komunitas, keberanian, dan cinta yang tumbuh di antara para penggemar dan penciptanya.

Dari kisah lucu hingga yang getir, dari bintang besar hingga penonton setia, semuanya berpadu membentuk gambaran utuh tentang bagaimana sebuah tontonan sederhana bisa menjelma ikon budaya lintas generasi.

Dengan gaya yang hangat, penuh nostalgia, dan kadang menyentuh, dokumenter ini mengingatkan kita bahwa Rocky Horror bukan hanya tentang pertunjukan—ia adalah perjalanan panjang menuju kebebasan berekspresi.

Sumber: The Guardian.

Pos terkait