SDN 21 Palu: Dari Reruntuhan Tumbuh Sekolah Impian

Keceriaan siswa SDN 21 Palu terpancar saat bermain permainan tradisional di halaman sekolah baru. Di sinilah mimpi dan harapan yang dulu lahir dari reruntuhan kini tumbuh menjadi kenyataan. (Foto: Dok. SDN 21 Palu)

Wartakaili.com. – Pagi itu, Juli 2024. Sinar matahari menembus jendela ruang kelas baru SDN 21 Palu. Suara anak-anak yang sedang belajar terdengar riuh rendah, sesekali diselingi tawa.

Dari luar, tampak halaman berpaving block yang bersih dan berwarna-warni, dengan permainan koding sederhana yang dibuat bersama komite sekolah.

Sekolah ini kini tampak seperti sekolah impian. Sulit membayangkan, beberapa tahun silam tempat ini hanyalah sekolah darurat beratap terpal dan berdinding bambu.

Perjalanan SDN 21 Palu adalah kisah panjang tentang ketangguhan, harapan, dan kepemimpinan yang berjiwa entrepreneur. Semua bermula dari bencana besar pada 28 September 2018, ketika gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi meluluhlantakkan Palu, Sigi, dan Donggala.

Sekolah yang berada di Kelurahan Boyaoge itu rusak parah. Tujuh bangunannya tak lagi layak digunakan. Guru dan murid terpaksa belajar di tenda-tenda darurat, di tengah terik matahari dan lantai tanah yang berdebu.

Pada April 2019, Sunarti, S.Pd., MM ditugaskan sebagai pelaksana tugas kepala sekolah. Ia datang bukan membawa kemewahan, melainkan keyakinan. Dalam dua hari, ia menggerakkan semua pihak — dinas pendidikan, komite sekolah, hingga orang tua murid — untuk memperbaiki dinding bambu dan menggantinya dengan papan seadanya.

Atap terpal diganti rumbia. Di tengah keterbatasan, ia menanamkan kesadaran baru: bahwa kenyamanan belajar bisa dimulai dari niat dan kerja bersama.

Bacaan Lainnya

“Kalau pemimpinnya menyerah, bagaimana guru dan murid bisa bertahan?” ujarnya suatu kali. Kalimat sederhana itu menjadi pijakan arah sekolah.

Ia tidak hanya mengatur, tetapi turun langsung menata kelas, mengangkat papan, dan mengecat dinding bersama guru. Ia percaya, contoh lebih kuat dari seribu perintah.

Namun perjuangan itu sempat diuji. Pada 24 Agustus 2019, dini hari, api melalap ruang guru dan dua kelas. Semua buku habis terbakar. Alih-alih terpuruk, Sunarti justru mengajak semua guru datang pagi-pagi ke sekolah untuk membersihkan puing.

“Kita mulai lagi. Sekolah ini harus hidup,” katanya lirih namun tegas. Kata-kata itu menular, membangkitkan kembali semangat guru-guru yang sempat letih dan kehilangan arah.

Beberapa hari kemudian, bantuan datang dari Save the Children dan Child Fund yang membangun tiga ruang kelas semi permanen. Tapi Sunarti tahu, bangunan baru bukan tujuan akhir.

Ia mulai menata hal yang lebih penting: mental dan budaya kerja. Ia mengajak guru berdiskusi, mendengarkan keluhan, dan mendorong mereka untuk saling menguatkan. Ia membangun suasana kerja yang hangat dan penuh penghargaan.

“Guru yang bahagia akan membuat anak-anaknya bahagia,” begitu prinsip yang selalu ia ulang.

Tahun 2020 menjadi momentum penting. Melalui kerja keras dan pembinaan yang konsisten, SDN 21 Palu berhasil meningkatkan status akreditasi dari C menjadi B.

Ia memotivasi guru untuk berani menggunakan teknologi pembelajaran, meski sebagian masih gagap digital.

Ia tak segan duduk di samping guru senior, mengajari cara membuat presentasi atau mengunggah tugas ke Google Drive. “Belajar itu bukan soal umur, tapi kemauan,” katanya sambil tersenyum.

Setahun kemudian, SDN 21 Palu menorehkan sejarah baru. Tahun 2021, sekolah ini lolos sebagai salah satu dari enam Sekolah Penggerak angkatan pertama di Kota Palu. Program itu menantang kepala sekolah dan guru untuk berinovasi melalui kurikulum merdeka.

Sunarti memimpin dengan teladan, bukan tekanan. Ia membuka ruang refleksi, mendorong kolaborasi, dan memberi kepercayaan penuh kepada guru untuk bereksperimen dalam pembelajaran berdiferensiasi. Perlahan, budaya belajar tumbuh. Guru tidak lagi mengajar karena kewajiban, tetapi karena panggilan hati.

Jiwa entrepreneur Sunarti juga terlihat jelas. Ia membangun jejaring dengan berbagai pihak, dari lembaga pendidikan hingga komunitas olahraga. Tahun 2022, berkat kolaborasi dengan klub sepak bola Liga 2 Indonesia, SDN 21 Palu menjuarai kompetisi sepak bola tingkat provinsi dan mewakili Sulawesi Tengah di tingkat nasional.

Setahun kemudian, Maret 2023, tim futsal sekolah menyabet Juara I tingkat SD se-Kota Palu. “Setiap prestasi lahir dari kesempatan yang diciptakan,” ujarnya.

Tahun 2024 menjadi babak baru. SDN 21 Palu akhirnya menempati gedung sekolah permanen yang dinantikan selama enam tahun. Namun, gedung baru belum berarti sempurna.

Saat pertama kali ditempati, sekolah belum memiliki pagar dan halaman berpaving block. Ketika hujan turun, tanah becek; ketika panas, debu beterbangan.

Tapi seperti biasa, keterbatasan tak menghentikan langkah. Melalui kolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan DPRD Kota Palu, pagar dan paving block akhirnya dibangun.

Bersama komite sekolah, halaman itu kemudian dipercantik dan dilengkapi permainan edukatif berbasis koding—sebuah inovasi yang menggabungkan pembelajaran dan keceriaan.

Kini, SDN 21 Palu berdiri sebagai simbol ketangguhan dan harapan. Guru-gurunya bekerja dengan semangat, murid-murid belajar dengan gembira, dan masyarakat melihat sekolah ini sebagai bukti bahwa kepemimpinan berkarakter dan berjiwa entrepreneur mampu mengubah krisis menjadi kesempatan.

“Sekolah ini berdiri bukan hanya karena bangunan dan bantuan,” ucap Sunarti pelan, “tetapi karena cinta, keyakinan, dan kerja bersama.”

Dari terpal ke gedung megah, dari keputusasaan menuju impian, SDN 21 Palu telah membuktikan bahwa ketika kepemimpinan dijalankan dengan hati, bahkan di tengah reruntuhan pun, harapan bisa tumbuh dan berakar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *