Harapan Damai di Ujung Senjata: Israel Gempur Gaza, Trump Janjikan Kesepakatan

Sebuah serangan udara Israel menghantam gedung bertingkat di Gaza City pada Minggu, 28/9. Foto: Mohammed Saber/EPA

Israel kembali menggencarkan serangan di Gaza meskipun Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, mengklaim bahwa kesepakatan gencatan senjata semakin dekat.

Laporan dari The Guardian menyebutkan, tank-tank Israel terus bergerak menembus permukiman padat di Gaza, mendorong warga sipil ke wilayah pesisir yang kian sesak dengan ratusan ribu pengungsi.

Serangan darat besar-besaran telah dilancarkan Israel sejak hampir dua pekan lalu, setelah berbulan-bulan menggempur Gaza City, pusat urban terbesar yang belum berada di bawah kendali mereka.

Tentara Israel melaporkan dalam 24 jam terakhir telah menghantam 140 target yang disebut sebagai infrastruktur militer, termasuk kelompok militan. Namun, dampak terhadap warga sipil semakin nyata: sedikitnya 77 orang tewas dalam rentang sehari, dengan korban mencakup perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, sayap bersenjata Hamas mendesak Israel menghentikan serangan udara setidaknya selama 24 jam dan menarik pasukan dari sebagian Gaza City. Mereka mengaku kehilangan kontak dengan dua sandera Israel dan meminta waktu untuk melacak keberadaan keduanya.

Pemerintah Israel belum memberikan tanggapan resmi, namun sebelumnya sering menuding Hamas menggunakan isu sandera sebagai perang psikologis.

Di Washington, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengonfirmasi tengah membahas rencana gencatan senjata bersama pemerintahan Trump.

Bacaan Lainnya

“Kami sedang mengusahakannya. Belum final, tapi saya berharap bisa tercapai,” katanya dalam wawancara dengan Fox News.

Trump sendiri melalui akun Truth Social menegaskan optimismenya: “Kami punya peluang besar untuk kebesaran di Timur Tengah. Semua pihak siap untuk sesuatu yang istimewa. Kita akan wujudkan!”

Meski begitu, delapan bulan sejak awal masa jabatan keduanya, janji Trump untuk segera mengakhiri perang belum membuahkan hasil. Ia bahkan mengajukan proposal 21 poin yang mencakup pembebasan semua sandera dalam 48 jam, perlucutan senjata Hamas, pembebasan tahanan Palestina di penjara Israel, serta penarikan bertahap pasukan Israel. Namun, Hamas menyatakan belum menerima tawaran resmi melalui mediator Mesir maupun Qatar.

Di sisi lain, tekanan internasional terhadap Israel semakin meningkat. Armada bantuan internasional yang membawa aktivis, termasuk Greta Thunberg, kembali berlayar menuju Gaza setelah sempat singgah di Yunani untuk perbaikan kapal. Israel menegaskan tidak akan membiarkan kapal itu menembus blokade laut, bahkan setelah flotilla sebelumnya sempat diserang drone di perairan Kreta.

Krisis ini berakar pada serangan 7 Oktober 2023, ketika Hamas menewaskan 1.219 orang di Israel dan menculik 251 lainnya. Hingga kini, 47 orang masih ditahan, sebagian di antaranya diyakini telah meninggal. Serangan balasan Israel selama setahun terakhir telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Gaza dan melukai lebih dari 160.000 orang, sementara sebagian besar wilayah berubah menjadi puing.

Kekerasan juga merembet ke Tepi Barat. Pada Minggu (28/9/2025), pasukan Israel menembak mati seorang pria yang dituduh melakukan serangan tabrak mobil di dekat Nablus. Hamas memuji insiden tersebut, mempertegas bahwa ketegangan tidak hanya terkonsentrasi di Gaza tetapi juga di wilayah lain yang sejak lama diperebutkan sebagai bagian dari negara Palestina merdeka.

Situasi ini menggambarkan paradoks pahit: di satu sisi ada janji diplomasi dan gencatan senjata, di sisi lain dentuman bom terus mengoyak kehidupan sehari-hari. Bagi warga Gaza yang terjebak di antara puing, harapan akan perdamaian terdengar semakin jauh, meskipun diklaim “hampir tiba”.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *