Anwar Hafid, Bobby Nasution dan Sejumlah Kepala Daerah Datangi Kemenkeu, Protes Pemangkasan TKD

Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid menyampaikan keterangan usai bersama sejumlah kepala daerah menghadiri rapat dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung Juanda Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025). Para gubernur menyampaikan keberatan atas pemangkasan dana transfer ke daerah. (Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan)

Para gubernur sampaikan keberatan atas pemotongan dana transfer daerah yang dinilai menekan ruang fiskal dan memperlambat realisasi program pembangunan.

Wartakaili.com – Sejumlah gubernur dari berbagai provinsi di Indonesia mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Kedatangan mereka bukan sekadar silaturahmi, melainkan untuk menyampaikan langsung keresahan atas kebijakan pemerintah pusat yang memangkas alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dalam APBN 2026.

Pertemuan yang berlangsung di Gedung Juanda Kemenkeu itu dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan dihadiri oleh sedikitnya 18 gubernur dari berbagai provinsi.

Di antara mereka tampak Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid, Guberur Sumatera Utara Bobby Nasution, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, serta perwakilan dari provinsi Kalimantan Timur, Aceh, dan Sumatera Barat.

Kebijakan Fiskal Ditekan, Daerah Mengeluh

Dalam pertemuan tertutup tersebut, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemangkasan TKD dilakukan bukan tanpa alasan. Ia menyebut kebijakan itu diambil karena keterbatasan fiskal nasional, terutama pasca-kenaikan defisit dan tekanan pembiayaan akibat belanja sosial serta subsidi energi.

“Semakin besar daerah, pasti potongannya besar juga, tapi secara persentase sama. Ini bersifat proporsional,” ujar Purbaya dikutip dari Kompas, Selasa (7/10/2025).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, pemangkasan ini bersifat sementara dan akan dievaluasi kembali jika kondisi ekonomi nasional membaik pada pertengahan 2026. Namun, penjelasan tersebut belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran kepala daerah yang menilai dampaknya akan langsung terasa pada kemampuan fiskal pemerintah daerah.

Anwar Hafid: Daerah Diberi Kepercayaan, Bukan Ditekan

Dikutip dari laman Kumparan, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid menjadi salah satu tokoh yang paling vokal menyuarakan keberatan. Ia menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang justru menempatkan dana hingga Rp200 triliun di perbankan nasional, sementara di saat yang sama dana transfer untuk daerah justru menurun tajam.

“Setelah kita melihat surat edaran terkait alokasi anggaran, baik dana bagi hasil maupun dana alokasi umum, hampir semua daerah mengalami efisiensi. Ini tentu menimbulkan tekanan besar,” kata Anwar usai menghadiri rapat Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) bersama Menkeu.

Menurut Anwar, kebijakan tersebut membuat banyak kepala daerah kesulitan memenuhi komitmen politik yang telah dijanjikan kepada masyarakat. Terlebih lagi, sejumlah beban baru seperti pembiayaan gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) kini ikut menggerus ruang fiskal.

“Kepala daerah baru ini banyak yang sedang menyesuaikan diri. Kita punya visi-misi besar untuk rakyat, tapi ruang geraknya kini makin sempit,” ungkapnya.

Program Prioritas Terancam Tertunda

Anwar menjelaskan, pemangkasan TKD dan DBH tidak hanya berdampak pada realisasi proyek fisik, tetapi juga program sosial yang menjadi bagian dari visi pembangunan daerah.

Ia mencontohkan, beberapa program prioritas di Sulteng seperti Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis (MBG), dan Sekolah Rakyat, sangat bergantung pada dukungan anggaran yang cukup dari pusat.

“Tentu kami berharap pemerintah pusat memahami bahwa hampir semua visi dan misi kepala daerah baru sejalan dengan Asta Cita Presiden. Kalau anggarannya turun, otomatis sinkronisasi program juga terganggu,” ucap Anwar.

Berdasarkan data yang ia ungkapkan, Sulawesi Tengah mengalami penurunan signifikan pada transfer pusat.
“Kalau dulu DBH kita sekitar Rp700 miliar, sekarang tinggal Rp200 miliar. Sementara TKD turun dari Rp1,2 triliun menjadi hanya sekitar Rp600 miliar dari total APBD Rp6 triliun. Ini penurunan yang sangat besar, hampir 45 persen,” katanya.

Desentralisasi Fiskal Harus Diperkuat

Lebih jauh, Anwar Hafid menilai pemerintah pusat perlu memberikan ruang desentralisasi fiskal yang lebih luas agar daerah dapat lebih leluasa mengelola anggaran dan mendorong ekonomi lokal.

“Daerah perlu diberi kepercayaan untuk mengelola anggarannya sendiri. Kalau uangnya semua ditahan di bank, maka daerah tidak bisa bergerak cepat,” tegasnya.

Menurutnya, kepala daerah baru memiliki komitmen kuat untuk menjalankan tata kelola yang akuntabel. Ia menyebut, menjaga kepercayaan publik justru menjadi prioritas utama bagi pemimpin di daerah.

“Kalau daerah diberi kewenangan penuh, kami bisa memastikan penggunaan anggaran tetap transparan dan tepat sasaran. Karena kami juga ingin hasilnya langsung dirasakan masyarakat,” ujar Anwar.

Suara Serupa dari Jawa Timur

Senada dengan Anwar, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak juga menyampaikan bahwa isu transfer ke daerah menjadi salah satu fokus utama dalam forum tersebut.

Menurut Emil, pemerintah provinsi berharap kebijakan ini dapat menemukan jalan tengah yang tidak menimbulkan guncangan fiskal bagi daerah.

“Kami mewakili Ibu Gubernur Khofifah berharap agar kebijakan terkait transfer ke daerah ini bisa dicari titik temunya. Jangan sampai menghambat pembangunan di daerah,” ujarnya.

Emil juga menyinggung soal kebijakan pemerintah yang menempatkan dana besar di bank pembangunan daerah seperti Bank Jatim, yang menurutnya dapat memberi dampak positif bila dikelola dengan baik.

“Bank Jatim ini termasuk yang sehat, baik dari sisi permodalan maupun laba. Harapannya, dana pemerintah yang ditempatkan di sana bisa menggerakkan ekonomi daerah, bukan hanya tersimpan,” tambahnya.

Kemenkeu Klaim Demi Efisiensi dan Likuiditas

Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun di perbankan nasional merupakan bagian dari upaya pemerintah mengoptimalkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang sebelumnya disimpan di Bank Indonesia.
Dana itu akan disalurkan ke empat bank Himbara dan dua bank syariah, dengan tujuan meningkatkan likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun di sisi lain, alokasi TKD 2026 justru menurun dari Rp919 triliun menjadi Rp650 triliun, atau turun sekitar 29 persen dibanding tahun sebelumnya.
Pemerintah memang sempat menambah alokasi menjadi Rp693 triliun, tetapi para kepala daerah menilai kenaikan itu belum cukup untuk menutup kebutuhan dasar daerah, terutama dalam membiayai pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur.

Daftar Gubernur yang Hadir

Pertemuan dengan Menteri Keuangan dihadiri oleh 18 kepala daerah, antara lain dari:

  • Jambi
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Utara
  • Kepulauan Bangka Belitung
  • Banten
  • Kepulauan Riau
  • Jawa Tengah
  • Sulawesi Tengah
  • Maluku Utara
  • Sumatera Barat
  • DI Yogyakarta
  • Papua Pegunungan
  • Bengkulu
  • Aceh
  • Sumatera Utara
  • Lampung
  • Sulawesi Selatan
  • Nusa Tenggara Barat

Evaluasi di Tengah Tahun

Menutup pertemuan, Menteri Keuangan Purbaya menyatakan bahwa pemerintah akan membuka ruang evaluasi terhadap kebijakan ini pada pertengahan 2026, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi makro dan penerimaan negara.

Namun bagi para gubernur, janji evaluasi saja belum cukup. Mereka menuntut adanya mekanisme yang lebih jelas agar desentralisasi fiskal benar-benar berjalan, bukan sekadar wacana.

“Kami paham kondisi fiskal nasional sedang ketat. Tapi daerah juga punya tanggung jawab besar terhadap rakyatnya. Jangan sampai kami kehilangan kemampuan untuk menjalankan program prioritas,” tutur Anwar Hafid menutup pernyataannya.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *