Wartakaili.com – Setelah gagal mengajukan banding dalam tenggat waktu yang ditetapkan, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) akhirnya menjatuhkan sanksi tegas kepada Asosiasi Sepakbola Malaysia (FAM) beserta tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia yang terbukti menggunakan dokumen palsu untuk memenuhi syarat bermain di level internasional.
Keputusan tersebut diumumkan oleh Komite Disiplin FIFA pada Senin (6/10/2025) malam waktu Zurich dan berlaku efektif mulai Selasa (7/10/2025). Dalam pernyataannya, FIFA menyebut bahwa FAM secara sistematis melanggar Pasal 22 Kode Disiplin FIFA terkait pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu.
Temuan ini mengungkap bagaimana FAM secara terstruktur memanipulasi dokumen silsilah keluarga untuk meloloskan proses naturalisasi pemain asing yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Malaysia.
FAM dijatuhi denda sebesar 350.000 franc Swiss atau sekitar Rp7,3 miliar, sementara ketujuh pemain — Facundo Garces, Gabriel Felipe Arrocha, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel — masing-masing dikenai denda 2.000 franc Swiss (Rp41,2 juta) serta larangan bermain di kompetisi profesional selama 12 bulan.
Modus Pemalsuan Terungkap
Dalam laporan investigatif yang dikutip dari laman Bola Okezone, FIFA menguraikan dengan detail modus pemalsuan yang dilakukan FAM. Lembaga itu disebut membuat dokumen kelahiran palsu atas nama kakek-nenek dari para pemain untuk menciptakan jejak keturunan palsu yang seolah-olah berasal dari Malaysia.
Contohnya, Hector Hevel, gelandang klub Johor Darul Ta’zim (JDT), didaftarkan oleh FAM sebagai cucu dari seorang pria bernama Hendrik Jan Hevel yang disebut lahir di Malacca Straits Settlements, Malaysia, pada 3 Februari 1933. Namun, hasil penelusuran FIFA membuktikan bahwa Hendrik Jan Hevel sejatinya lahir di The Hague, Belanda.
Kasus serupa ditemukan pada Facundo Garces (pemain Deportivo Alaves). Dalam dokumen FAM, kakeknya disebut lahir di Penang, Malaysia, pada 29 Mei 1930. Padahal dokumen resmi dari Argentina membuktikan bahwa Carlos Rogelio Fernandez — nama kakek Garces — lahir di Santa Fe, Argentina.
Tak berhenti di situ, Joao Figueiredo juga disebut memiliki nenek asal Johor, Malaysia, padahal kenyataannya lahir di Sao Paulo, Brasil.
Menurut FIFA, seluruh proses pemalsuan dilakukan dengan pola serupa, menggunakan dokumen digital manipulatif dan sertifikat kelahiran palsu yang seolah-olah dikeluarkan oleh otoritas lokal Malaysia pada masa kolonial.
“Temuan kami menunjukkan keterlibatan langsung pejabat internal FAM dalam penyusunan dan pengajuan dokumen palsu kepada AFC dan FIFA,” bunyi laporan resmi FIFA yang dikutip Bola Okezone.
Dampak dan Ancaman Sanksi Tambahan
Kasus ini menimbulkan gelombang kecaman di kalangan pecinta sepak bola Asia. Pasalnya, tujuh pemain ilegal tersebut telah tampil dalam sejumlah pertandingan penting, termasuk kemenangan Malaysia 2-0 atas Nepal dan 4-0 atas Vietnam di babak ketiga Kualifikasi Piala Asia 2027. Mereka juga memperkuat tim dalam beberapa laga uji coba internasional pada FIFA Matchday September 2025.
Dengan terbuktinya penggunaan pemain ilegal, muncul spekulasi bahwa FIFA dapat menjatuhkan hukuman Walk Over (WO) 0-3 terhadap Malaysia untuk setiap pertandingan yang melibatkan pemain-pemain tersebut. Bila hal itu terjadi, posisi Malaysia di klasemen Kualifikasi Piala Asia 2027 bisa terperosok, bahkan terancam diskualifikasi.
Sanksi ini juga dapat memengaruhi reputasi FAM di mata AFC, mengingat federasi tersebut baru saja mengajukan diri menjadi tuan rumah bersama untuk Piala Asia U-23 2026.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi tindakan yang merusak integritas sepak bola,” ujar seorang anggota Komite Etik FIFA yang enggan disebut namanya.
Respons Publik dan Kritik Tajam
Publik Malaysia sendiri menanggapi kasus ini dengan kemarahan dan kekecewaan. Di platform X (Twitter), akun sepak bola lokal @OnefootballM menulis,
“Ketujuh pemain ini tidak ada darah Malaysia secara realitinya. Siapa patut bertanggungjawab?”
Sejumlah warganet menyerukan agar Presiden FAM Datuk Hamidin Mohd Amin mundur dari jabatannya. Namun hingga kini, FAM belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait vonis tersebut.
Sementara itu, sebagian media Malaysia menyebut langkah FIFA sebagai “tamparan keras” bagi upaya modernisasi sepak bola negeri jiran.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik naturalisasi harus dilakukan dengan transparansi dan itikad baik, bukan dengan jalan pintas yang menipu sistem.
Keputusan FIFA juga menegaskan bahwa integritas sepak bola internasional tak boleh dikorbankan demi ambisi jangka pendek.***






